Generasi Hutatinggir

Generasi Hutatinggir
WELL COME TO HUTATINGGIR ST@R

Rabu, 15 Mei 2013

Musik Tradisional Simalungun


Simalungun adalah salah satu dari lima kelompok etnis batak. Etnis Simalungun berasal dari kabupaten simalungun, provinsi Sumatera Utara. Musik tradisional Simalungun  diwariskan secara turun-temurun dengan cara lisan.
Musik Tradisional Simalungun sebagai bagian dari unsur kebudayaan Simalungun  Meliputi :

  1. 1. Alat-Alat Musik Tradisional Simalungun
Alat-alat Musik Tradisional Simalungun dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Golongan  Idiofon
    1. Mongmongan, merupakan alat musik yang terbuat dari kuningan atau besi yang memiliki pencu.  Mongmongan ada dua macam yaitu, Mongmongan sibanggalan dan Mongmongan sietekan.
    2. Ogung, merupakan nama lain dari gong yang selama ini kita kenal. Ogung ada dua macam yaitu ogung sibanggalan dan ogung sietekan.
    3. Sitalasayak, adalah alat musik yang bentuknya seperti simbal yang ter terbuat dari kuningan atau besi dan terdiri dari dua bilah yang sama bentuknya.
    4. Garantung, merupakan alat musik yang terbuat dari kayu dan mempunyai resonantor yang juga terbuat dari kayu. Garantung terdiri dari tujuh bilah yang mempunyai nada berbeda.
    5. Golongan Aerofon
      1. a. Sarune Bolon, merupakan jenis alat musik tiup yang mempunyai dua lidah (double reed) badannya terbuat dari silastom, nalihnyaq terbuat dari timah, tumpak bibir terbuat dari tempurung. Lidah terbuat dari daun kelapa, dan sigumbang terbuat dari bamboo, Sarune bolon dipergunakan sebagai pembawa melodi.
      2. b. Sarune Buluh, merupakan jenis alat musik tiup yang yang terdiri dari satu lidah (single reed). Sarune buluh terbuat dari bambu, mempunyai tujuh lobang suara, sebelah atas enam lobang dan sebelah bawah satu lobang.
      3. c. Tulila, merupakan sejenis recorder yang terbuat dari bambu, Tulila dimainkan secara vertikal.
      4. d. Sulim, merupakan alat musik sejenis flute yang terbuat dari bambu.
      5. e. Sordam, merupakan alat musik sejenis flute yang terbuat dari bambu yang dimainkan miring (oblique flute).
      6. f. Saligung, merupakan salah satu alat musik sejenis flute yang terbuat dari bambu hanya saja ditiup dengan hidung.
      7. g. Ole-ole, adalah merupakan jenis alat musik tiup yang yang terdiri dari satu lidah (single reed).badannya terbuat dari batang padi dan resonantornya terbuat dari daun enau atau daun kelapa.
      8. Hodong-hodong, merupakan alat musik sejenis genggong, genggong jenis alat musik yang dibuat dari bilah, besi, kawat, dan sebagainya yang dibunyikan dengan ditekankan di mulut lalu dipetik dengan telunjuk. Hodong-hodong dipergunakan sebagai alat komunikasi seorang pemuda kepada kekasihnya dan sebagai hiburan.
      9. Ingon- ingon, merupakan alat musik di ladang yang ditiup oleh angin. Angin memutar kincir sehingga bambu berbunyi. Ingon-ingon terbuat dari sebilah kayu sebagai kincir dan bambu sebagai penghasil bunyi.

  1. Golongan Membranofon
    1. a. Gonrang Sidua-dua, merupakan gendang yang badannya terbuat dari kayu ampirawas dan kulitnya dari kulit kancil atau kulit kambing. Gonrang Sidua-dua terdiri dari dua gendang.
    2. b. Gonrang sipitu-pitu/Gonrang bolon, merupakan gendang yang badannya terbuat dari kayu dan kulitnya terbuat dari kulit lembu, kambing, dan kulit kancil. Pada bagian atas terdapat kulit dan pada bagian bawah ditutupi kayu. Gendangnya terdiri dari tujuh buah gendang .

  1. Golongan Kordofon
    1. a. Arbab, adalah alat musik yang terbuat dari : tabung resonantordari labu atau tempurung, leher terbuat dari kayu atau bamboo, lempeng atas terbuat dari kulit kanci atau kulit biawak, senar terbuat dari benang dan alat penggesek terbuat dari ijuk enau yang masih muda.
    2. Husapi, merupakan alat musik sejenis lute yang mempunyai leher. Husapi terbuat dari kayu dan mempunyai dua senar.
    3. c. Jatjaulul/Tengtung, merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang senarnya sebanyak dua atau tiga buah. Dimainkan dengan memukul senarnya.

  1. 2. Ensembel Musik Tradisional Simalungun

  1. A. GONRANG SIDUA-DUA SIMALUNGUN
Gonrang Sidua-dua adalah seperangkat musik tradisional simalungun yang terdiri dari satu buah sarune bolon, dua buah gonrang, dua buah gonrang mongmongan dan dua buah ogung. Gonrang dalam kebudayaan simalungun disebut juga dengan mardagang yang artinya merantau atau berpindah-pindah. Pemain Gonrang Sidua-Dua disebut Panggual. Lagu-lagu gonrang disebut Gual. Membunyikan/memainkan Gonrang disebut Pahata.
Gual gonrang sidua-dua dibedakan atas dua bagian :
  1. Topapon, yaitu gual yang menggunakan dua buah gendang dan pola ritmenya sama.
  2. Sitingkahon/Siumbakon, yaitu gual yang menggunakan dua buah gendang yang masing-masing mempunyai pola ritme yang berbeda. Apabila pembawa ritme dasar oleh gonrang sibanggalan dan gonrang sietekan sebagai pembawa ritme lain, maka disebut sitingkahon. Apabila pembawa ritme dasar oleh gonrang sietekan dan gonrang sibanggalan sebagai pembawa ritme lain, maka disebut siumbakon.

Penggunaan Gonrang Sidua-Dua
Dalam upacara religi, maksudnya suatu upacara pemujaan atau penyembahan maupun pemanggilan roh yang baik dan pengusiran roh yang jahat. Gonrang sidua-dua digunakan dalam acara :
  1. Manombah/memuja, yaitu untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
  2. Marangir, yaitu suatu acara untuk membersihkan badan dari perbuatan tidak baik dan roh-roh jahat.
  3. Ondos Hosah, yaitu semacam ritual tolak bala yang dilakukan oleh desa atau keluarga.
  4. Manabari/manulak bala, yaitu mengusir mara bahaya dari suatu desa atau dari diri seseorang.
  5. Marbah-bah, yaitu suatu untuk menjauhkan seseorang dari penyakit ataupun kematian.
  6. Mangindo pasu-pasu, yaitu meminta berkat agar tetap sehat dan mendapat rezeki.
  7. Manogu losung/hayu, yaitu acara untuk mengambil kayu untuk dijadikan lumpang atau tiang rumah.
  8. Rondang bintang, yaitu suatu acara setelah panen besar.

Dalam upacara adat, yaitu  upacara dalam hubungan antara manusia dengan manusia. Gonrang sidua-dua digunakan dalam acara :
  1. Mamongkot rumah, yaitu acara memasuki rumah baru.
  2. Patuekkon, yaitu acara untuk membuat nama seseorang.
  3. Marhajabuan, acara pemberkatan pada suatu perkawinan agar perkawinan tersebut diwarnai kebahagiaan.
  4. Mangiligi, yaitu suatu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang meninggal dunia yang sudah memiliki anak cucu.
  5. Bagah-bagah ni sahalak, yaitu suatu acara yang diadakan karena seseorang ingin membuat pesta.

Dalam acara malasni uhur atau acara kegembiraan, Gonrang sidua-dua digunakan dalam acara :
  1. Mangalo-alo tamu, yaitu suatu acara untuk menyambut tamu penting dari luar daerah.
  2. Marilah, merupakan suatu acara muda-mudi yang menyanyi bersama.
  3. Pesta malasni uhur, yaitu suatu acara kegembiraan yang diadakan suatu keluarga.
  4. Peresmian, bangunan-bangunan, yaitu suatu acara kegembiraan meresmikan bangunan.
  5. Hiburan, dan lain-lain.

  1. B. GONRANG SIPITU-PITU/ GONRANG BOLON SIMALUNGUN
Gonrang sipitu-pitu/ gonrang bolon adalah seperangkat alat musik tradisional Simalungun yang terdiri dari satu buah sarunei bolon pemainnya disebut parsarune, tujuh buah gonrang pemainnya disebut panggual, dua buah mong-mongan pemainnya disebut parmongmong dan dua buah ogung yang pemainnya disebut parogung. Parhata gonrang sipitu-pitu sama dengan gonrang sidua-dua. Masyarakat simalungun menyebut  gonrang ini dengan nama gonrang bolon untuk upacara adat malas ni uhur (sukaria) dan menyebutnya gonrang sipitu-pitu untuk upacara adat mandingguri (duka-cita)
Penggunaan Gonrang sipitu-pitu
Dalam upacara religi, gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon digunakan dalam acara :
  1. Manombah/memuja
  2. Maranggir
  3. Ondosh Hosah
  4. Manabari/ mamulak bala
  5. Mangindo pasu-pasu
  6. Rondang Bintang
  7. Manraja, yaitu upacara penobatan seorang raja.

Dalam upacara adat gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon digunakan dalam :
  1. Upacara adat sayurmatua : mandingguri dan mangiliki
  2. Upacara data malas ni uhur : mamongkot rumah, patuekkon, marhajabuan, bagah-bagah ni sasahalak.


  1. 3. Nyanyian Rakyat Simalungun
Orang simalungun menyebut nyanyian rakyat simalungun dengan doding. Bernyanyi dalam bahasa simalungun disebut mandoding. Adapun jenis-jenis nyanyian rakyat simalungun adalah sebagai berikut :
  1. Taur-taur dan simanggei, nyanyian keluh kesah pemuda-pemudi. Taur-taur dinyanyikan oleh pemuda dan simaggei dinyanyikan oleh pemudi.
  2. Ilah, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh pemuda dan pemudi secara bersamaan.
  3. Doding-doding, yaitu suatu nyanyian bersama-sama (nyanyian umum).
  4. Urdo-urdo, yaitu nyanyian dari orang tua untuk menidurkan anak yang masih kecil.
  5. Tihtah, yaitu nyanyian untuk bermain
  6. Tangis, merupakan nyanyian duka karena putus asa  berpisah dengan anggota keluarga karena kematian.
  7. Orlei dan dan mardogei, yaitu suatu nyanyian yang dilakukan secara bersama-sama sambil bekerja.
  8. Mandillo tonduy, yaitu nyanyian yang dilakukan ibu tua untuk memanggil roh.
  9. Manalunda/mangmang yaitu suatu mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu (dukun) guna menyembuhkan suatu penyakit atau pelantikan seorang raja.
10.  Inggou turi-turian, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang datu untuk hiburan dan diakhiri dengan suatu upacara.

Fungsi nyanyian rakyat simalungun :
  1. Pengungkapan emosional
  2. Penghayatan estetis
  3. Sebagai Hiburan
  4. Sarana komunikasi
  5. Sebagai pelambang
  6. Untuk reaksi jasmani
  7. Kontrol sosial
  8. Untuk pengesahan lembaga sosialdan upacara agama
  9. Sarana pengajaran
10.  Untuk pengintegrasian masyarakat.

Pakaian Adat Simalungun

 

Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung “kekuatan” yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan mangulosi (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.
Ulos dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain. Ulos dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya ulos penutup kepala wanita disebut suri-suri, ulos penutup badan bagian bawah bagi wanita disebut ragipane, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Ulos dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut Dalihan Natolu, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.

ADAT PERKAWINAN SIMALUNGUN

  
ADAT LAHO MARHAJABUAN /ADAT PERKAWINAN SIMALUNGUN

“Ipukkah bulu balakkei, sigeini bagot puli
Pinukkah ni oppungta na parlobei
Ihutonkonni parpudi.” (Namadear)

Bani aturan pakon adat na tinaktakkonni na ilobei ta, na tarsurat bani surat tombaga holing na so boi lupa na porlu dingaton.
Ase urah urusan ta nabaen do songon sada tiruan ni perkawinan ni sada dalahi goran ni si Adam marga girsang pakon tunangan ni si Bunga boru Sinaga.
Mungkah humbani marpadan-padan nari ronsi das hubani pajaehon na patorang do ijon na porlu-porlu sidalanonkon ai ma :

  1. Parpadanan ni namaposo
  2. Mambere goloman
  3. Pajabu parsahapan
  4. Manggong (pudun saut)
  5. Mamboan indahan paralop (Mangalop boru)
  6. Manaruhkon indahan siopat borngin
  7. Paulak limbas
  8. Pajaehon
A. Parpadanan Ni Namaposo
Bani na sahali laho ma si adam bani sada huta, botangansi pajumpah ma panonggorni pakon sada anak boru. Dob honsi martutur anjaha songon na iparalo-alohon do parsahapan, mahotop ma sidea pajuppah.
Ibuat si adam ma sada siholangni sada puang-puang na dob mabalu. Unduk ma parsahapan napinadas ni siholang, marjanji ma sidea padalan goloman tanda hata na tongon.

Sipatupaon mangihuthon adat na hinan, ai ma :
Pihak dalahi :
Sutting ni inang atappe golang barang tintin, bajut (lupak-lupak) parpuranan, sada pisou badik (pisou suhul gading ) sada gotong (gotong ni bapani)

Pihak naboru :
San lambar hiou na tionun sandiri, anjaha gati ma sonari on tintin ma gattih ni.
B. Mambere Goloman
Anggo domma marsiakuan sidea pasal banggal ni partadingan ni, laho ma si Adam mangayaki anak boru jabuni, jojor ma I patugah padan ni ronsi das bani goloman pinindo ni boru.
Si Bungape malapor ma ia bani anak boru jabu ni laho patugahhon ai. Dob honsi umbuk riah bi abak boru jabu, si Adam pakon namatoras ni ipaikkat ma barang-barang na baen goloman ni ai.
Bani panorang pakon ianan dan tinontuhon (asal ma ulang I rumah ni Bunga), mardomu ma sidea na lima. Siadam pakon anak boru jabuni, si Bunga pakon anak boru jabu ni , pakon si holing.
I paherbang ma gotong, ibagas ma goloman, isurduk hon anak boru jabu ni si adam ma bani boru on parlobei demban sayur dob konsi ai goloman lanjar I sahapkon ma :

“Ai ma da botou, ijon hupadas do bamu ugasni atturang appa tulang tanda jotoh ni padan nasiam na ra do ham hape mangkaholongi ambiaon. Ibagas on do homa sada pisou badik, sai ulang be dong padan na simbei hanjon hu atas”
Dob honsi Ii jalo sinaboru goloman ai, isurduk hon ma homa demban ni rap pakon hiou sorpih (lang isabinghon) irik ma homa ihatahon :
“On ma hiomu botu tanda tongon ni uhur hu bamu”
Sanggah panorang on ma i bahul ari pajabu parsahapan. Porlu do ni puang-puang, dob honsi manjalo goloman ibatasi ma pargaulanni samah na maposo, sonai age dalahi.
Catatan:
Bani panorang sonari on, attap pe lang tarpabagit-bagit be songon turpa ni goloman apari halani ngalutma buaton bahan ni deba, tapi sai na ulang ma lang na baen hapilinan ni tanda tongon ni parpadanan anjaha na itatang ni namatua.

Anggo doma matua banban
Matua ma baluhur
Anggo doma matua badan
Matua ma pakon uhur
Sonari on dong do tarjadi halani porluni panorang pakon inganan padaoh-daoh dob umbuk riah ni namaposo laho marhajabuan ipatugah si dalahi hubani namatorasni.

C. Pajabu parsahapan
Hira-hira tolu ari laho pajabu parsahapan, tugas ni pihak paranak :
1.    Anak boru jabu ( tangga) pakon si Adam ( si Adam : contoh nama anak laki2 yang akan menikah ) laho hu rumah ni anak boru jabu ni si Bunga ( Si Bunga : contoh nama anak perempuan yang akan menikah) mamboan indahan pangkombari ( dayok na masak sada, atur manggoluh ) tujuan ni :
Mangindo podoh, aha ma gatni na porlu sipatupaon laho boanon hu rumah ni tondoh, ampa mangelekhon ase ibobai anjaha iajari marsahap bani tondong ai.
2.    Pasirsirhon siboanan tombuan lengkap pakon isini, demban gulei pan rampahi (tambahan). Halani humbahat do naroh mangihutkon parsahapan, pinahan siopat nahei do ibahen panrapahi.
3.    Manghatahon odoran/rombongan aima: bapa tua, anak boru jabu, anak boru sanina, sanina, si jujung tombuan.
4.    Mamboan sipanganon tugah-tugah bani tulang pamupus ni si Adam, patugahhon na adong parsahapan ni si Adam bani boru na legan. Na dihut hunjai: si Adam, orang tua pakon anak boru jabu. Somal ni mambere duit bona boli ni tulang on hina otik ni pakon mangkatahon :
” Boru ni si ……. ai, doskokn boruku do ai, anggo lang sompat hanami hujai ningon roh do hanima hu jon tapang ase huboruhon,” ( sibobab Dayok Binatur)”

Tugas ni pihak Parboru (Manjalo paranak):
  1. Pasirsirhon dua dayok/dekke sayur lompah ni paranak pakon, demban.
  2. Patugahkon bani hade-hade ase roh bani panorang ai: Tulang pamupus ni si Bunga, bapa tua, sanina, anak boru jabu, anak boru sanina, anak boaru mintori, oppung, simbalog rumah, pangituai ni huta, pangurus ni ugama.
  3. Somalni martomu samon do das paranak hu jabu ni parboru mamboban:
  4. Tombuan marappang-apang (tonggor keterangan ni timbuan)
  5. Bagot sahadingan (na madamol daini) i rudang-rudangi.
  6. Gulei panrampahni
  7. Demban pakon isi ni appa bulung tinapak tutup ni demban ai.
Daskonsi siparanak dohor hon alaman ni parboru, hosei ma anak baru jabu ni parboru :
1.      Mangatur parhundul ni hasuhuton pakon na legan
2.      Das honsi paranak i lambung labah ialo-alo anak boru jabuni parboru lanjar itakkap ma na binoan ni sidea ai lanjar marsisalaman, dob ai ipahundul hampit talaga.
3.      Dob hundul bei, manurduk ma demban ma inang ni si Adam (wakilni) demban tangan-tangan hu luluan jojor bani parboru, ihasomani anak boru jabuni parboru sambil patugah sonaha tuturni si Bunga bani na sinurdukkan demban ai, na margoran demban horas-horas/demban dob roh/das i rumah.
4.      salosei ai, manurduk demban ma use inang humbani sanina ni hasuhuton bani na roh ihasomani anak boaru jabu ni si Adam sambil patugahkon partuturan ni si Adam bani na sinurdukan ai, ai ma demban sisei (demban tangan-tangan).
Salosei na marpuran marsahap ma anak boru sanina/sanina jabuni parboru hubani anak boru jabuni parboru ase isukkun paranak/na roh aha do maksud ni demban horas-horas na dob isurdukkon sidea hubanta.

D. MANGGONG/PUDUN SAUT
Hira-hira 4 ari nari laho maralop, itaruhkon ma indahan panggong. Nadihut hunjai suhut paidua, anak boru jabu (sasatangga) pakon sada naboru sijunjung tapongan.

Siboanon :
Sada tombuan+sada dayok na nolloppah pakon indahan sabalutan marappang-appang.

Sidapotkonon :
Suhut, paidua ni suhut pakon anak boru jabuni parboru.Dobkonsi isurduki demban tangan-tangan, iondoskon ma tombuan ai bani anak baru jabu ni parboru ase mangan.
Doba mangan, isahapkon paranak ma ase ulang huja-huja sidea bani ari paralop na tinontuhon. Ibuat ma bayuon, ipudun ma ai seseuai bani borngin na sihol roh; tiap lopus borngin itinggali ma sada pudun ai ase ualang lepak.
Panorang sonari on bani kalender mando isuratkon.

NB: Parpudi on ulang buei tu panorang tarbuang iparupma indahan panggong pakon indahan paralop na nialopkon riah bani tondong.
Sanggah mamboan indahan paralop holi, dua pasang ma tombuan ibagas tapongan (sapasang paralop, sapasang nari panggong pakon loppah ni ABJ ni parboru jadi 5 dayok ganup)
NB : Domu halani hamajuon pakon penghematan nai homa domma mardalan demban kah-kah tohang (ingat-ingat) sanggah pajabu parsahapan janah lang ilaksanahon be panggong.
Jadi tombuan sanggah paralop pitah sapasang ma tambah dayok loppahni ABJ ni parboru. Jadi tolu ma ganup pakon tolu indahan i bagas balbahul golmaya. Dob isurdukhon pengantin pakon orangtuani paranak tombuan / na ibagas buluh, iatur pinarmanggoluh humbani tondong (parboru na marsanina) sonai homa anggo dong panrappahi (tudu-tuduni sioppat nahei na isayat). Salosei ai iondoshon ABJ ni paranak hubani ABJ ni parboru / dayok (loppahni ABJ ni parboru) pakon indahanni. Sada nari atas suruhni suhut parboru ase iondoshon ABJ ni paranak hubani tondong ni parboru (ambanganni tondong).
Horjaonkonni parboru pakon paranak mandapotkok mata ni horja / pesta.

PARBORU:
a.       Boru ai sandiri do laho marjabu-jabu mamuhun/hubani:
Bapa tua, tulang, bapanggi, ronsi piga-piga diha-diha patut nini uhurni orang tua. Tutur botou pakon si Adam do pangkasomani ni boru on, tapi anggo si Adam lang dihut hu jabu sitohuon (sapari).
Panorang sonari on, gati ma niidah hade-hade do roh hu jabu ni boru manaruhkon indahan, tapi anggo parpaikkatni (bani acara pesta pe i padalan).
b.      anggo siparpesta do, ni hasuhuton ma mambaen tonggo raja pasal on tonggor hal……..(tonggo raja).
c.       Mangontang hade-hade, sonari on, pake surat undangan mando, kecuali tutur tang sihormatan.
d.      Manginjam rumah/gedong pakon manewa alat-alat.

PARANAK:
a.       Mambaen riah tongah jabu (hade-hade tang nasakkan do hassa si dilo on) tujuanni mansahapkon hinahurang ni dabu-dabuan (biaya), nasongon todalanni supak. Sedo halani kaya atap miskin ase ibahen, patandahon bani hade-hade na tongonma sisada anak sisada boru.
b.      Pacetakhon surat undangan
c.       Manghatahon, rombongan na dihut maralop, anggo sapari anak boru jabu mambuat rigapan (bakkar) ai bodari do mangalop boru.
d.      Pasir-sirhon perlengkapan-perlengkapan (alat pelaminan, gonrang, tempat, dapotan panganon ni boru pakon nalegan).
e.       Pasal urusan agama atappe catatan sipil
f.       Pakean penganten, pakon pakean adat
g.      Mangottang anakboru sanina (abs) songon juru bicara, ase mariah parsahapan: tapi anggo sanggup do bapatua boi homa do.
h.      Anggo marpesta do, baenon ma tonggo raja, undangan ma meluas hasoman sinhuta makkoseihon adat pesta.

E. MANGALOP BORU
Mangihuthon adat sapari, anggo orang tua kandung pakon tulang ni anak lang dihut mangalop boru, panorang on masa ma sonai. Bani ari nadop nipudun, borhat ma rombongan paralop hunjabu ni paranak susunan formasini sonon:
Hun lobei ma sijunjung tombuan, parinangon-suhut, sanina, sipanganonkon anak boaru jabu (mamboban pinahan) sapari laho sayaton bani pesta-siombah bajut.

Tugas ni AB sanina ni paranak paingathon sibobanon aima :
Demban partadingan, tombuan, loppah ni AB jabu ni parboru, panrappahi, pinahan na manggoluh, boras, kelengkapan demban, bagot, pakon duit partadingan (pakon kelengkapanni).
Sonai homa AB saninani parboru pangingatkon: dia dayok/dekke sayur na masak ambangan ni paralop (parboru pakon boruni), sada dayok ambangan ni tondong bolon, tapi anggo sipargori/siopat nahei do na binoan ni sidea age lang pala dayok ai. Hunjai ma ibuat ambangan ni tondong.

NB: Ase borat do tanggung jawab ni AB sanina, nasongon protokol adat, songon notaris, pande bani ”gaya bahasa” mengenai ungkapan, uppama, (ase hidup parsahapan ai), sobotoh ruhut, pandei patibal panggaduh marjuma raboyon. Anggo bapatua do sitatang parsahapan ai i goran do ai ABS. Tpai goran parsatokkinan do bani ai sanggah panorang ai.
Das konsi rombongan ni paranak i alaman, ialo-alo ABJ ma, daskonsi i labah ihorasi inang paidua ni suhutma lanjar itakkap na binoan ni sidea i patibal bani hundulan ni sidea i talaga paima isurdukkon bani suhut.
Bingkat ma inang (paranak) manurdukkon demban tangan-tangan hu luluan na margoran demban na dob roh. Balason ni ai roh ma demban ni parboru sinurdukkon ni inang suhut paidua (demban sisei).

Manungkun podah ma ABJ si Adam bani ABJ si Bunga, aha ma use silaksanahon.
Ingat!!: Haganup sihataonkonni paranak bani parboru ningon tiba anakboru jabuni do, leganma anggo parbonani andar hinan ia (Marboru tulang).
Acara Parsahapan:
Dobkonsi ipadear parhundul, sibiak suhut, sanina, sapanganonkon pakon tondong i lulluan, siparalop i talaga, AB jabu i tongah-tongah, i pukkah ma parsahapan bolon:

ABJ Bunga :
Sasei mula ni hata, sukkun mula ni uhum, domma hita mardemban, sai tio ma panonggor tio ma paruruhan. Hundul hita marlou-lou, nasi tulang i luluan boru i talaga, i jabu na martuah on, humpul ma tongon tuah tampei ma rajoki, gar-gar na pinahan marlimbuah na sinuan, daoh ma bala susur ma tuah, tumpakon ni Ompungta Naibata. Napungkah parsahapan lang marbona, ai martampuk do bulung marbona sangkalan, marnata do suhut i tongah-tongah adaran. Halani ai pasir-sir nasiam apuran, apuran panungkunan bani tondongta hu luluan.

ABJ Adam :
(dob-dob jolom pinggan marisi demban):
Tangan do borohon ujungni jari-jari, jari-jari sapuluh marsiganjang-ganjangi, Parlobei ma hanami padaskon hata satabi, apuran panungkunan sir-sir pakon atupni, sipadason bani tondong, sidabuh uhum pakon aturan bani sahap bolon i tongah ni adaran. (manurduk ma ia sambil mamontingkon kain sarung hundul sombah).

ABJ Bunga:
(I tangkap ma demban ai) :
Hata sipaimaon, sungkun-sungkun sibalason. Mardangkah jabi-jabi, marduri ma tatada, marsahap marsantabi tanda ma anak ni raja. Ase padas nasiam ma sahap nasiam.

ABS Adam/ ABJ Adam:
Santabi bani tondong, manluar hanami hun talaga; mardingat pudun saud, ari na nirumang ni anak boru jabu, nani rajahonni tolu sahundulan/dalihan na tolu. Bingkat do hanami marodoran na ganjang, mansuhuni padan, padan na dob ni ambung utang na dob pinudun. Ase ulang hanami holi isobuttappua jantan, pandei marruba-ruba, lang pandei marsidobi. Jadi manuhuni padan do hanami. Ase marpodah ma nasiam tondong aha ma use sibahenon.

ABS Bunga:
Tupa ma tongon, si botoh uhum do nasiam si dingat padan, padan na dob sinurat bani tombaga holing, marpartoguh do huta, marpanjaga do horbangan, marbona do andar, mardinding do jabu, marodoran songon na mardalan.
Hundul do ijon anak boru jabu nami, tukkot bai na landit rigapan bai na golap, na tirjak hu lobei torjang hu pudi, nai homa sijaga bahal ni huta pakon jabu na martuah on.
Padalan na siam ma lobei apuran bani ABJ nami, apuran parhombaran marbatu. Apuran/ demban parhombaran marbaru (banggal ni batuni bo do iigil ABS Bunga atab ABJ Bunga ase itambahi otik nari, seni do ai)

Dob demban parhombaran ABJ Adam padalan apuran/demban buka horbangan na manjalo pengetua ni huta (marbatu, lang somal mangindo tambah). Dob ai apuran/demban runtas ding-ding na manjalo aima boruni hasuhuton do marhosei pasal ianan i rumah ni tondong.
ABJ Adam:
Tupa ma tongon, (sambil jolom apuran marpinggan): Sada sitok-tok hitei gaoup marhitei honsi; abang on do tongon hitei nami roh bai nasiam tondong, patuduh lapang sibere dalan.
Jalo hamma abang sonai age kaha, siganda sigandaua ma urat ni podom-podom na sada gabe dua natolu gabe manggolom pansarian ma nasiam.
(dobkonsi ibuka, anggo hurang marhak do ia mangindo tambah).

ABJ Bunga :
Domma hujalo haduasi tulang, hombar tongon bani uhum tipak bani aturan: horasma. (jong-jong ma ia sambil idilohon) : Hita sagala boru jabu on domma hujalo apuranta marapuran ma hita. Age au sijolom ruhut, nasiam do anggo si panrahut.

ABJ Adam:
Malas do uhur nami bai nasiam boru pakon sinhuta on, marsiatupan songon langkop ni abal-abal marsada songon lowoh ni randu, tupa ma tongon.

NB: * Bani piga-piga ianan dob mardalan demban tuntas ding-ding dong do napadalan Demban Buha Sahap pasang marbatu hubanihasuhutan parboru/namarsanina isurdukhon nABJ Adam (paranak). Maksudni ase buka panonggor, bukama homa labahni pansarian/rajoki tumpakon ni Tuhan Naibata.
ABS Bunga:
Nasiam boru nami pakon hita na marsanina age tondong nami domma hita mardemban, noma torang maksud parrohni paranak/borunta aima mamuhuni padan, domu ma riahta ase susur ma tuah, ondos ma rajoki, dear ma nini uhur nami ase isurdukhon sidea paranak ma tombuan ase mangan hita.

NB 1 :
Bani nadeba paima mangan ijon ma mardalan namalum na utama hubani suhi ni appang aima ( pasang) hubani :
a.    Namatoras ni boru laho
b.    Bapa tua
c.     Tulang pamupus ni boru laho
d.    Anak boru jabu

Namalum on pasang-pasang do marpangiring homa pakon marbatu demban. Namanurdukkon namalum aima boru laho, pangiringi calon pargotongni ( boi do rap manurdukkon). Mase mardalan namalum, nini namatua sapari halani bani panorang on ma boru laho minta maaf ase malum sagala paruhuran marhiteihon atap dong kesalahan ni boru laho sadokah on humbani ha etek-etekon nari das hubani na laho borhat ma ia mangayaki harosuhni hu rumah ni halak (paranak) sekaligus mohon doa restu. Nai do homa hubani Bapa Tua, minta maaf ia, halani Bapa Tua di sittuhunni adat i rumah ai pakon panggattih ni oppungni. Tulang pamupus ni boru laho pe dapotan halani ia do pamupus ni pakon na mambere podah-podah na dohor humbani ha etek-etekon nari anajaha pori banggor-banggor Tulang ni do mambursik ase hipas-hipas. Anak boru jabu dapotan hani Anak boru jabu do na loja bani paradaton i rumah ai anjaha manurut adat sapari ningon maranak ni amboru ia, halani ai minta maaf pakon doa restu ia bani ABJ.
Sonari on berkembang ma use pasal na dapotan namalum, dapotan ma/das hubani :
1.      Tondong/tulang ( Pamupus ni bapa boru laho)
2.      Tondong ni tondong ( na mamupus/tulang ni inang boru laho)
3.      Pariban hasuhutan
4.      Makkela/amboru (parorot) ni boru laho, pakon persadaan ni boru haganup)

NB 2 :
a.      Tonggor acara laho mangan sanggah pajabu parsahapan
b.      Tambah keterangan tobuan bani pudun saut/ panggong
c.       Panorang mangan domu bani situasi anggo lape panorang mangan itorushon parsahapan.

Sumber :
1.   http://sembiring-jo.blogspot.com/2010/05/adat-laho-marhajabuan-adat pernikahan_16.html
2.  “Adat simalungun” na isusun partuha maujana simalungun, 2002
3.  http://garamasilimakuta.blogspot.com/


Budaya Seni Simalungun Punah di Negeri Sendiri

indosiar.com, Simalungun - Generasi penerus budaya dan seni Simalungun kini hampir punah. Minat generasi muda Simalungun untuk menggeluti budaya dan seni Simalungun kini semakin pudar, dan bahkan hampir dikatakan sirna. Untuk melestarikan budaya dan seni tersebut, dibutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Simalungun. Demikian dikatakan oleh L Saragih, salah satu Pengrajin Alat Tradisional Budaya Simalungun kepada kontributor indosiar.com ketika ditemui di kediamannya “Anjuau” di Jalan Sudirman Pematang Raya, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun beberapa waktu lalu.
Menurut L Saragih, minat pemuda Simalungun untuk belajar budaya Simalungun kini jarang ditemukan. Untuk melestarikan budaya tradisional Simalungun, perhatian Pemerintah Kabupaten Simalungun masih minim. Dikatakan, sejak tahun 1958, dirinya menggeluti pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun, hingga kini belum ada generasi penerus untuk melestarikan budaya tradisional tersebut.
L Saragih menambahkan bahwa dirinya kini masih aktif membuat cinderamata tradisional Simalungun seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih terbuat dari besi kuningan).
Selain itu, juga aktif membuat Gotong (topi khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).
Menurut Saragih, selain membuat alat tersebut, dirinya juga aktif memainkan Gondrang 7 hata (gendang 7 buah), Sordam (suling dua lobang), Suling, Sarunei (serunai kayu). Saragih juga pernah meraih sejumlah prestasi dalam Lomba Musik Tradisional di Simalungun.
Selain meraih juara satu Umum Tortor Sombah (tarian Raja Simalungun) pada HUT TNI ke- 55 tahun 2000 lalu, dirinya juga pernah meraih juara satu Gondrang Simalungun dalam pesta Budaya Simalungun “Rondang Bintang” di Haranggaol tahun 1998.
Dikemukakan, menggeluti pengrajin ukiran dan seni tradisional Simalungun merupakan profesi yang menjanjikan. Diakuinya, L Saragih mampu menyekolahkan lima anaknya hingga keperguruan tinggi dari profesi pengrajin alat tradisional Budaya Simalungun.
“Cinderamata dan seni tradisional budaya Simalungun kini masih langka dijumpai. Harga cinderamata budaya Simalungun tergololong mahal. Harga satu set Gotong mencapai Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Harga ditentukan dengan jenis cinderamata,” ujar pria kelahiran Pematang Raya tahun 1958 ini.
Menurutnya, jika Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memperhatikan pelestarian Budaya Tradisional Simalungun tersebut, dikhawatirkan generasi pengrajin alat dan seni Budaya Tradisional Simalungun akan punah.
Dirinya menghimbau agar pemerintah setempat memasukkan program-program muatan local, seperti keterampilan dan seni Budaya Simalungun di di sekolah-sekolah. Hal itu penting untuk mengembangkan seni dan budaya Simalungun di negeri sendiri. (Kontributor: Rosenman/Tom)
 

 PARTUTURAN SIMALUNGUN


Partuturan adalah cara suku Simalungun menentukan perkerabatan atau keteraturan yang merupakan bagian dari hubungan keluarga (pardihadihaon) dalam kehidupan sosialnya sehari-hari terutama dalam acara adat.

Asal-usul


Awalnya orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan "tibalni parhundul" (kedudukan/peran) dalam "horja-horja adat" (acara-acara adat). Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan yang diajukan oleh seorang Simalungun di saat orang mereka saling bertemu, dimana bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?" Hal ini dipertegas lagi oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).


Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.


Setelah marga-marga dalam suku Simalungun semakin membaur, partuturan semakin ditentukan oleh partongah-jabuan (pernikahan), yang mengakibatkan pembentukan hubungan perkerabatan antara keluarga-keluarga Simalungun.


Kategori partuturan


Partuturan dalam suku Simalungun di bagi ke dalam 3 kategori menurut kedekatan hubungan seseorang, yaitu:


Tutur manorus (langsung)


Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.

  1. Ompung: orangtua ayah atau ibu, saudara (kakak/adik) dari orangtua ayah atau ibu
  2. Bapa/Amang: ayah
  3. Inang: ibu
  4. Abang: saudara lelaki yang lahir lebih dulu dari kita.
  5. Anggi: adik lelaki; saudara lelaki yang lahir setelah kita.
  6. Botou: saudara perempuan (baik lebih tua atau lebih muda).
  7. Amboru: saudara perempuan ayah; saudara perempuan pariban ayah; saudara perempuan Mangkela. Bagi wanita: orangtua dari suami kita; amboru dari suami kita; atau mertua dari saudara ipar perempuan kita.
  8. Mangkela: suami dari saudara perempuan dari ayah
  9. Tulang: saudara lelaki ibu; saudara lelaki pariban ibu; ayah dari besan
  10. Anturang: istri dari tulang; ibu dari besan
  11. Parmaen: istri dari anak; istri dari keponakan; anak perempuan dari saudara perempuan istri; amboru dan mangkela kita memanggil istri kita parmaen
  12. Nasibesan: istri dari saudara (Ipar) lelaki dari istri kita atau saudara istri kita
  13. Hela: suami dari puteri kita; suami dari puteri dari kakak/adik kita
  14. Gawei: hubungan wanita dengan istri saudara lelakinya
  15. Lawei: hubungan laki-laki dengan suami dari saudara perempuannya; panggilan laki-laki terhadap putera amboru; hubungan laki-laki dengan suami dari puteri amboru (botoubanua).
  16. Botoubanua: puteri amboru; bagi wanita: putera tulang
  17. Pahompu: cucu; anak dari botoubanua; anak pariban
  18. Nono: pahompu dari anak (lelaki)
  19. Nini: cucu dari boru
  20. Sima-sima: anak dari Nono/Nini
  21. Siminik: cucu dari Nono/Nini

Tutur holmouan (kelompok)


Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun


  1. Ompung Nini: ayah dari ompung
  2. Ompung Martinodohon: saudara (kakak/adik) dengan ompung
  3. Ompung Doli: ayah kandung dari ayah, kalau nenek perempuan disebut inang tutua
  4. Bapa Tua: saudara lelaki paling tua dari ayah
  5. Bapa Godang: saudara lelaki yang lebih tua dari ayah, di beberapa tempat biasa juga disebut bapa tua
  6. Inang Godang: istri dari bapa godang
  7. Bapa Tongah: saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling tua, bukan paling muda)
  8. Inang Tongah: istri dari bapa tongah
  9. Bapa Gian / Bapa Anggi: saudara lelaki ayah yang lahir paling belakang
  10. Inang Gian / Inang Anggi: istri dari bapa gian/Anggi
  11. Sanina / Sapanganonkon: saudara satu ayah/ibu
  12. Pariban: sebutan bagi orang yang dapat kita jadikan pasangan (suami atau istri) atau adik/kakaknya
  13. Tondong Bolon: pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami) kita
  14. Tondong Pamupus: pambuatan ayah kandung kita
  15. Tondong Mata ni Ari: pambuatan ompung kita
  16. Tondong Mangihut
  17. Anakborujabu: sebagai pimpinan dari semua boru, anakborujabu dituakan karena bertanggung jawab pada tiap acara suka/duka Cita.
  18. Panogolan: anak laki/perempuan dari saudara perempuan
  19. Boru Ampuan: hela kandung yang menikahi anak perempuan kandung kita
  20. Anakborumintori: istri/suami dari panogolan
  21. Anakborumangihut: lawei dari botou
  22. Anakborusanina

Tutur natipak (kehormatan)


Tutur natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.

  1. Kaha: digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak ibu.
  2. Nasikaha: digunakan istri kita untuk memanggil saudara laki kita yang lebih tua
  3. Nasianggiku: untuk memanggil istri dari adik
  4. Anggi
  5. Ham: digunakan pada orang yang membesarkan/memelihara kita (orang tua) atau pada orang yang seumur yang belum diketahui hubungannya dengan kita
  6. Handian: serupa penggunaannya dengan ham, tapi memiliki arti yang lebih luas.
  7. Dosan: digunakan tetua terhadap sesama tetua
  8. Anaha: digunakan tetua terhadap anak muda laki
  9. Kakak: digunakan anak perempuan kepada saudara lakinya yang lebih tua
  10. Ambia: Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran
  11. Ho: panggilan bagi orang yang sudah akrab (sakkan) atau pada orang yang derajadnya lebih rendah, kadang digunakan oleh suami pada istrinya
  12. Hanima: sebutan untuk istri (kasar) atau pada orang yang berderajad lebih rendah dari kita (jamak, lebih dari seorang)
  13. Nasiam: sebutan untuk yang secara kekerabatan berderajad di atas (jamak, lebih dari seorang)Tebal
  14. Akkora: sebutan orang tua bagi anak perempuan yang dekat hubungan kekerabatannya
  15. Abang: panggilan pada saudara laki yang lebih tua atau yang berderajad lebih dari kita
  16. Tuan: dulu digunakan untuk memanggil pemimpin huta (kampung), atau pada keturunan Raja
  17. Sibursok: sebutan bagi anak laki yang baru lahir
  18. Sitatap: sebutan bagi anak perempuan yang baru lahir
  19. Awalan Pan/Pang: sebutan bagi seorang Laki yang sudah memiliki Anak, misal anaknya Ucok, maka Ayahnya disebut pan-Ucok/pang-Ucok.
  20. Awalan Nang/Nan: sebutan bagi seorang perempuan yang sudah memiliki anak, misal anaknya Ucok, maka ibunya disebut nan-Ucok/nang-Ucok.

Senin, 13 Mei 2013

                                    INILAH PARA BINTANG MASA DEPAN HUTATINGGIR...!!!!!
BUPATI AJUKAN PEMEKARAN SIMALUNGUN
Penulis : Kontributor Kompas TV, Tigor Munthe | Minggu, 12 Mei 2013 | 15:54 WIB

SIMALUNGUN, KOMPAS.com - Tak lama lagi Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara akan dipimpin dua orang bupati. Bupati yang sekarang JR Saragih akan memimpin Kabupaten Simalungun yang beribukota Pematang Raya. Satu lagi bupati yang akan memimpin Kabupaten Simalungun Hataran beribukota di Kota Perdagangan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun.
Hal ini ditegaskan JR Saragih saat dirinya meninjau lokasi gedung eks Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan yang nantinya dijadikan sebagai persiapan kantor Bupati Kabupaten Simalungun Hataran, Sabtu (11/5/2013).
"Tahun 2013 ini, ada 3 daerah termasuk Kabupaten Simalungun yang diajukan kepada pemerintah pusat untuk dimekarkan. Kita berharap pemekaran Kabupaten Simalungun menjadi dua daerah segera terwujud, karena seluruh persiapan menyangkut administrasi dan teknis termasuk data aset yang akan dilepas ke daerah pemekaran sudah dipersiapkan. Dalam waktu dekat kita juga akan melakukan rapat di DPR RI guna pembahasan pemekaran tersebut," katanya didampingi Sekretaris Daerah Gidion Purba serta para pimpinan unit kerja di jajaran Pemkab Simalungun.
Tentang pejabat bupati persiapan Kabupaten Simalungun Hataran, JR Saragih mengatakan, akan diusulkan ke Kementerian Dalam Negeri, yaitu pejabat Kabupaten Simalungun yang telah memenuhi ketentuan untuk itu, termasuk perangkatnya seperti Sekretaris Daerah dan pimpinan-pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.

"Sesuai dengan ketentuan bahwa Bupati Simalungun (induk) yang menunjuk siapa pimpinan di daerah pemekaran dan diusulkan ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri), karena ini juga salah satu syarat untuk pemekaran itu," paparnya.
Di kesempatan itu, dia juga menjelaskan, pada daerah persiapan pemekaran Kabupaten Simalungun nantinya akan dibentuk beberapa unit kerja yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat seperti di antaranya Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pertanian, Sosial, Perizinan, Pertambangan dan Energi.
Selanjutnya JR Saragih menjelaskan, setelah terbentuk daerah persiapan pemekaran, bupati di pemekaran tersebut mempersiapkan untuk pembangunan perkantoran yang baru dalam kurun waktu 3 tahun.
"Selama 3 tahun harus dipersiapkan perkantoran oleh bupati persiapan pemekaran dan ini nantinya nanti akan ditinjau oleh tim dari pusat apakah layak kabupaten persiapan ini menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB)," ungkapnya.
Asisten Administrasi dan Umum Rizal Edi Praja Saragih ditunjuk menjadi koordinator penataan perkantoran di eks RSUD Perdagangan. Kata Rizal, ada sekitar 20 ruangan yang akan ditata untuk persiapan perkantoran Bupati Simalungun Hataran. "Ini akan segera kita siapkan, karena pimpinan kita (Bupati Simalungun Hataran) dalam waktu dekat akan berkantor di sini," katanya.
PAROKI ST. FRANSISKUS ASSISI SARIBUDOLOK:
LADANG PANGGILAN
TERSUBUR
(Tulisan dalam rangka Jubileum Paroki Seribudolok)

Tak hanya lahan pertanian, peternakan serta perikanan yung luas yang menandakan kesuburan paroki st. Fansiskui Assisi Saribudolok ini. Panggilan hidup meniadi biarawan-hiarawati meniadi ikon kesuburan paroki ini dalam tata kehidupan menggereia Katolik Tentu ini semua tak terlepas dari peran dan perjuangan Oppung Dolok dan vetetan-veteran Gereia.


AWAL KEHADIRAN MISI


1. Tahap Awal: Pastor non Pribumi (tahun 1935 - 1970)


Gereja Katolik Paroki Saribudolo, dirintis dan dikembangkan oleh Misionaris Kapusin Provinsi Belanda, P. Elpidius van Duijnhoven, OFMCap. Pada 16 Februari 1934 P. Elpidius tiba di Belawan, kemudian ditempatkan di Pematangsiantar. Pada 1935 pemerintah Belanda secara resmi mengizinkan misi Katolik masuk ke Tanah Batak. P. Elpidius berorientasi dan bermisi di


daerah Simalungun sebelah Utara dan Timur Danau Toba. Tahun inilah yang dianggap menjadi tahun resmi kehadiran Gereja Katolik di Paroki Saribudolok.


Karena masih sangat terbatas dalam penguasaan bahasa dan Peta daerah, melihat kesempatan sudah terbuka untuk misi Katolik, P. Elpidius merekrut Kenan Mase Hutabarat menjadi 'guru" bahasa, katekis sekaligus rekan dalam bermisi. Ia juga merekrut Laur Viator Hutabarat.


Misi ke Paroki Saribudolok diawali di Saba Dua, sekitar 7 km dari Pematangsiantar. Pada masa ini penduduk daerah Simalungun secara umum masih menganut agama tradisional, hanya sebagian kecil yang sudah beragama Protestan.


Selama 3 tahun P. ElPidius mempelajari daerah Simalungun Atas. Sambil mengamati Prospek misi ternyata ia sudah mulai mendirikan beberapa stasi, 40 - 60 km dari Saba Dua. Sungguh menakjubkan bahwa dalam waktu yang masih sangat.singkat permulaan misinva. yakni Pada 24

November 1935, P. ElPidius telah mengadakan pembaptisan pertama di Haranggaol terhadap Maknir Paulus Sihaloho.

Sebenamya pada masa awal misi, daerah Simalungun Atas tidak hanya dilayani oleh P. Elpidius, tetapi juga oleh P. Nepomucenus Hamer, OFMCaP. yang datang dari Sidikalang. Mereka sungguh menjadi duet misionaris yang handal, bukan hanya di daerah Simalungun tetapi sampai ke Tanah Karo dan Aceh Tenggara. Namun ingatan dan cerita tentang P. Hamers pelan-pelan

redup di ranah Simalungun karena pada akhir tahun 1939 ia lebih memusatkan perhatian di Sidikalang dan tinggal menetap di sana. P. Elpidius pun tinggal sendirian. Walau sendiri, namun naluri misi P. Elpidius tetap menggelora. Dia segera mengatasi kesendiriah itu dengan mendidik dan merekrut tenaga awam (katekis) Pribumi untuk mendukung karya misinya.

Bersama Petrus Datubara, ayah dari Uskup Emeritus KAM, Mgr. Pius Datubara, P. ElPidius mengunjungi stasi-stasi secara teratur dan umat Katolik pun terus bertambah. Melihat perkembangan ini, dipikirkan membuka pusat pelayanan di daerah Saribudolok yang merupakan Pusat Perdagangan dan letaknya cukup sentral antara Pematangsiantar dan Aceh Tenggara. Kebetulan pula di Saribudolok sudah ada stasi kecil. Stasi inilah Yang menjadi pusat kegiatan gerejani bagi P. Elpidius pada awalnya.


Melihat Prospek misi Yang semakin terbuka dan cerah tahun 1951 ia memohon Pengutusan katekis kepada Uskup Medan, Mgr. Ferrerius van Den Hurk. Uskup pun mencoPot "katekis tentara" dari Medan, yakni Bonaventura Yaep Lin Hin atau lebih dikenal Bonaventura. Kemudian mengutusnya ke Saribudolok untuk membantu P. Elpidius. Begitu cintanya umat dan massarakat kepada Bonaventura, ia pun dinobatkan bermarga Purba.


Dalam Periode l95l – 1973 bersama para misionaris hampir 50-an stasi telah mereka dirikan. Dengan perkembangan umat yang begitu pesat dan luasnya wilayah penggembalaan P. Elpidius merasa tidak sanggup bekerja sendiri. Selain dibantu oleh katekis, akhimya ia juga dibantu oleh

misionaris lainnya, yakni P. Hendricus Blaijs, OFMCap. (November 1963 -April 1968) dan P. Evaristus Albers, OFMCap. (Februari 1966 – Agustus 1974).

Perkembangan paroki bukan hanya dalam jumlah umat tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan panggilan menjadi biarawan-biarawati. Panggilan hidup menjadi biarawan-biarawati bertumbuh amat subur. Tepatnya pada 01 Agustus 1950 beberapa putri Paroki Saribudolok menjadi suster, di antaranva Sr. Bernadetta Saragih, KSSY dari Stasl Haranggaol, Sr. Marietta purba, KSSY dan Sr. Yosefine Batubara, KSSy yang keduanya berasal dari Stasi Purbasaribu. Mereka menjadi putri Paroki Saribudolok yang pertama sekali menjadi suster. Dari mereka bertiga, kini hanya Sr. Bernadetta Saragih, KSSY yang masih berjiarah di dunia ini. Sementara itu, pada 0l Agustus 1961 seorangputra Paroki Saribudolok telah masuk novisiat hingga ditahbiskan menjadi imam. Dialah P. Thomas Saragi, OFMCap. Yang menjadi imam pertama dan ditahbiskan pada l0 Februari I 968.


2. Masa transisi: Pastor non pribumi - Pastor Pribumi (tahun 1970 - 1985)

Secara umum bukan hanya umat yang bertambah pesat, panggilan untuk menjadi calon biarawan-biarawati juga bertumbuh dengan subur. Imam-imam pribumi mulai muncul. Maka sejak Juli 1970 Paroki Saribudolok tidak lagi hanya dilayani oleh pastor-pastor dari Belanda tetapi juga para pastor pribumi. Pastor pribumi yang pertama sekali berkarya di Paroki Saribudolok adalah P. Fidelis Sihotang, OFMCap.

3. Tahap Ketiga : Pastor pribumi (tahun 1985 * 1991)

Seiring dengan perjalanan waktu, usia PastorElpidius semakin lanjut dan misionaris dari Belanda pun semakin berkurang. Tugas kegembalaan pun harus diemban oleh pastor pribumi. Bahkan pada periode ini sebagai tanggungjawab umat terhadap keberadaan imam, cukup banyak umat yang menyekolahkan anaknya ke Seminari untuk dididik menjadi imam. Hingga tahun 2010, anak paroki Saribudolok telah 23 orang ditahbiskan menjadi imam,2 diakon, 4 bruder yang
telah berkaul kekal, 150-an suster yang tersebar di berbagai kongregasi/tarekat dan masih banyak lagi calon-calon imam dan suster yang sedang belajar di seminari menengah, seminari tinggi dan novisiat. Umat Paroki Saribudolok sungguh bangga bila anak-anaknya terpanggil menjadi biarawan dan biarawati.

4. Tahap Keempat : Dewan pastoral Paroki (tahun I99I - sekarang)

Sesudah sekitar 56 tahun berkarya, P. Elpidius telah “tiada” dan kepemimpinan paroki telah diemban para pastor pribumi. Paroki Saribudolok pun dianggap telah dewasa. Sebagai pengikut Kristus, Gereja sungguh sadar bahwa Tuhan tidak hadir secara fisik dan menuntun umat dengan perintah nyata sebagaimana lazimnya seorang guru, namun sungguh percaya akan kehadiran Kristus secara batiniah dan pendampingan Roh Kudus. Maka DPP disahkan dan dikukuhkan dalam jabatan kepemimpinan kolegalial dan beberapa karunia pelayanan juga dilembagakan untuk memelihara tata tertib dan melestarikan kesinambungan.

Maka pada tahun 1990 dibentuklah Dewan Pastoral Paroki (DPP). Dengan adanya DPP, penggembalaan paroki bukan lagi hanya ditanggungjawabi oleh para pastor melainkan bersama

awam yang dianggap mampu dan berdedikasi.

Seiring dengan perjalanan waktu, Paroki Saribudolok pun menunjukkan pertumbuhan jumlah umat yang amat signifikan. Tercatat per 31 Desember 2009, Paroki Saribudolok telah berjumlah 61 stasi dan 5 persiapan stasi, yakni: Mardingding (31 KK), BagotRaja(15 KK), Hoppoan(18 KK), SinarBaru (20 KK), Gaja pokki (lS KK). Jadi, praktisnya Paroki Saribudolok terdiri dari 66 stasi. Dengan jumlah umat30.553jiwa . Selain karya dalam pewartaan iman, paroki ini juga telah lama bergerak dalam karya kesehatan dan karya pendidikan. Karya kesehatan, yakni Poliklinik St. Fransiskus (dikelola para suster SFD). Karya pendidikan, antara lain: TK St, Maria (dikelola para suster SFD); SD Don Bosco, SMp Bunda Mulia, SMP St. Agustinus dan SMA Duijnhoven yang dikelola yayasan St. Yosef Medan. Untuk mendukung sekolah ini didirikan asrama putera

yang dikelola oleh Kapusin provinsi Medan dan asrama puteri oleh para suster SFD.

Di Paroki Saribudolok terdapat tiga latar belakang budaya dominan, yakni Simalungun, Karo dan Toba. Baik dari segi adat maupun bahasa, ketiga budaya ini tetap saling mempengaruhi satu samalain. Akan tetapi di pihak lain sebagai gereja, kita juga perlu menjaga dan mengembangkan budaya Simalungun dalam terang iman Katolik. Jika budaya Simalungun ingin dikembangkan, Pematang Raya menjadi pilihan tempat yang perlu diperhatikan.


Setelah beberapa tahun terakhir, dengan jadinya Pematang Raya menjadi ibu kota Kabupaten

Simalungun, pemikiran ke arah Pemekaran Paroki Raya semakin berhembus kencang. Situasi sekarang menunjukkan bahwa Kota pematang Raya terus berkembang dan bertumbuh pesat. Kota Pematang Raya telah menjadi salah satu pusat “pergerakan orang" di Simalungun; pergerakan ekonomi, pemerintahan, politik, social budaya, pendidikan, informasi dan sebagainya. Dengan belum hadimya Gereja Katolik sebagai paroki di Ibu Kota Kabupaten Simahungun, kita tidak tahu informasi tentang pergerakan berbagai hal yang ada di tengah masyarakat, misalnya informasi politik dan pembangunan. Akhirnya kita diam sehingga tidak diperhitungkan dalam pemerintahan.(AGM)

Suku Simalungun

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Suku Batak Simalungun
Ulos dan Rumah Batak

Jumlah populasi
3,5 juta jiwa (perkiraan 2008).
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Sumatera Utara: 3 juta jiwa.
Bahasa
Bahasa Simalungun (asli). Bahasa Indonesia dan bahasa Batak lain juga digunakan.
Agama
Protestan, Islam, Katolik, dan Animisme.
Kelompok etnik terdekat
suku Batak Toba, suku Batak Karo
Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.

Daftar isi

Asal-usul

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:

  1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
  2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.

Kehidupan masyarakat Simalungun

Peta pembagian kecamatan Kabupaten Simalungun ke dalam Simalungun Atas dan Simalungun Bawah.[2][3]
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga" memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.

Sistem Politik

Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
  1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
  2. Panei (Januari 1904, SK No.6)
  3. Dolok Silou
  4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
  1. Raya (Januari 1904, SK No.6)
  2. Purba
  3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.

Tunduknya Kerajaan Siantar kepada Belanda

Dengan Besluit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Naualuh dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Selama menunggu Tuan Kodim dewasa (akil baligh), pemerintahan kerajaan Siantar dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan yang terdiri dari Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik) dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda pada tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29 Juli 1907 nomor 254 untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) yang berisi takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda tersirat bahwa diturunkannya Tuan Sang Naualuh dari tahta Siantar dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya ke Bengkalis, adalah terutama karena latar belakang: Ia bersama hampir seluruh orang-orang besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 Kerajaan Siantar dinyatakan tunduk kepada Belanda oleh Tuan Torialam dan Tuan Riah Hata, melalui suatu Verklaring (Surat Ikrar). Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis:
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland.”
(Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda). Selain itu masih ditambahkan pernyataan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Surat ikrar tersebut selengkapnya sebagai berikut:
SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami: Si Tori Alam , Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik. Yaitu : bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga perkara yang tersebut di bawah ini , yaitu :

Pasal yang pertama.

Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi suatu bahagian daripada Hindia Nederland , maka takluklah negeri Siantar itu kepada kerajaan Belanda , maka wajiblah atas kami selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada wakil baginda yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland , maka oleh Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur dikurniakan kepada kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.

Pasal yang kedua.

Maka mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa kami tiada akan membicarakan suatu apa dari pada ikwal kami dengan Raja - raja yang asing , melainkan musuh Baginda Sri Maharaja itu musuh kami , begitu juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami adanya.

Pasal yang ketiga.

Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa sesungguhnya segala peraturan hal ikwal Siantar , baik yang telah diaturkan , baik yang akan diikrarkan oleh atau dengan nama Baginda Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland atau wakilnya semua pengaturan itu kami hendak menjalankan akan segala perintah yang diperintahkan kepada kami , baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal baik oleh wakilnya , semua perintah itu kami hendak menurutkan juga adanya. Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan bersumpah di Pematang Siantar pada enam belas Oktober 1907, dan tersurat tiga helai yang sama bunyinya.
Si Tori Alam
Si Ria Hata ( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar )
Disaksikan oleh Si Jure Lucan O'Brien , Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan dikuatkan pada tanggal 22 Januari, 1908.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda

d.t.o
( V.Heutz )

Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh yang masih teramat muda dan bukan dari permaisurinya, Tuan Riah Kadim, menjadi raja pengganti. Tuan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.

Dengan Korte Verklaring, 16 Oktober 1907 tersebut, Belanda juga membagi kerajaan Siantar menjadi 37 Perbapaan dan tuan Sauadim, Damanik ke XV. Perbapaan dari Bandar diangkat Belanda menjadi Raja Siantar yang berakhir sampai Revolusi Simalungun di tahun 1946.

Korte Verklaring
tersebut dituangkan dalam proses - Verbal / Berita Acara sebagai berikut:[5]
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur Simalungun. Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien , Controleur van Simeloengoen.
  1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
  2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau (salah 1 keturunannya adalah Drs. Tuan Zulkarnain Damanik, MM, Bupati Simalungun periode 2005-2010)
  3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
  4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
  5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe
  6. Si Kama , Roumah Suah
  7. Si Bisara , Nagodang
  8. Si Djommaihat , Toean Kahaha
  9. Si Djarainta , Toean Boentoe
  10. Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
  11. Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
  12. Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
  13. Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
  14. Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
  15. Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
  16. Si Naman , Toean Van Lingga
  17. Si Djaha , Toean Van Bangoen
  18. Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
  19. Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
  20. Si Lampot , Toean Van Djorlang Hoeloean
  21. Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
  22. Si Djadi , Toean Van Sakuda
  23. Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
  24. Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
  25. Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
  26. Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha
  27. Si Ganjang , Toean Van Repa
  28. Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
  29. Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
  30. Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
  31. Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik
  32. Si Bandar , Toean Manik Hataran
  33. Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
  34. Si Rian , Toean Van Manik Maradja
  35. Si Marihat , Toean Van Perbalogan
  36. Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
  37. Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan saya telah menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh komisi kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan berita acara dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
(Jure Lucan O'Brien)

Partuanan

Selain 3 partuanan yang tersebut kemudian muncul beberapa partuanan lainnya yaitu antara lain:
  1. Parbalogan
    • Tuan Parbalogan Op.Dja Saip Saragih Napitu, yang wilayahnya dari parmahanan hingga ke tigaras.
  2. Sipolha
    • Semua Keturunan Raja Naposo Damanik:
      1. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup
        • Salah satu keturunannya adalah Tuan Jahutar Damanik dan Tuan Humala Sahkuda Damanik ( Hutabolon Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik, Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik.
      2. Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha
      3. Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha
      4. Toean Intan Pulo Bosar Sipolha
      5. Tuan Kalabosar (Dolok Maraja Sipolha)
      6. Tuan Paraloangin (Jambur Na Bolag Sipolha)
      7. Tuan Parangsangbosi (Paribuan Sipolha)
      8. Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin
        • Keturunannya: Tuan Paraloangin Damanik, Tuan Parangsangbosi Damanik, Tuan Kalabosar Damanik
      9. Tuan Paraloangin Damanik (Tuan Jambur Na Bolag Sipolha)
        • Lawei-nya yaitu Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat, salah satu keturunannya adalah Tuan Labuhan Asmin Damanik (Tuan Jambur Na Bolag berikutnya), yang keturunannya adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik (USU), Prof. DR. David Tumpal Damanik (USA), Cand.DR.Ec Daulat Damanik MA. (Jerman).
      10. Tuan Parangsangbosi Damanik ( Tuan Paribuan Sipolha )
        • Salah satu keturunannya adalah Brigjend. Pol. (Purn) Muller Damanik, SH (Mantan Rektor USI P.Siantar).
      11. Tuan Kalabosar Damanik ( Tuan Dolok Maraja Sipolha )
        • Salah satu keturunannya adalah Ir. Syamsirun Damanik (mantan salah satu Direktur Kementrian Pertanian RI) dan Drs. Pangsa Damanik.
      12. Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha
        • Salah satu keturunannya Mayjen TNI (Purn) Pieter Damanik (Mantan Dubes RI di Philipina), Ir. Djagunung Damanik, dan Revol Damanik.
  3. Sipintu Angin (tuan op.S.Saragih Turnip)
    • Merupakan orang tua dari Saragih Ras yang hingga kini tugunya (tugu Hoda Bottar) masih terlihat di perbatasan Panatapan Ds. Tigaras.
Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.

Bahasa & Aksara

Bahasa Simalungun
Hata Simalungun
Dituturkan di Kabupaten Simalungun (Sumatera Utara, Indonesia)
Wilayah Kabupaten Simalungun
Jumlah penutur 1 juta  (tidak ada tanggal)
Rumpun bahasa
Kode-kode bahasa
ISO 639-3
Suku Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun (bahasa simalungun: hata/sahap Simalungun) sebagai bahasa Ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian Suku Simalungun menggunakan bahasa Melayu, Karo, Batak, dan sebagainya. Penggunaan Bahasa Batak sebagian besar disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen pada Suku Ini.
Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara Surat Sisapuluhsiah.[6][7][8]

Kepercayaan

Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim ke dunia oleh naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat juga menetap di dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya, sehingga benda-benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang mati sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai keuntungan dari kedua sesembahan tersebut.[9]
Patung Sang Budha menunggang Gajah koleksi Museum Simalungun, yang menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada Masyarakat Simalungun.
Ajaran Hindu dan Budha juga pernah memengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Buddha yang menunggangi Gajah (Budha).

Marga

Harungguan Bolon

Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR[10], yaitu:
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
Keempat raja itu adalah[11]:

Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab Gempa dan Tanah Longsor.

Marga-marga perbauran

Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.
Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.

Perkerabatan Simalungun

Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:[12]
  • Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
  • Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
  • Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.

Pakaian Adat

Kain Adat Simalungun disebut Hiou. Penutup kepala lelaki disebut Gotong, penutup kepala wanita disebut Bulang, sedangkan yang kain yang disandang ataupun kain samping disebut Suri-suri.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.[13]
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Herman Purba Tambak, SIB 3 September 2006, hlm. 9
  2. ^ Laporan Daerah Tingkat II Simalungun, tahun 1963, P. Siantar, 1963, hlm. 2. Dimuat dalam: R.W. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic Group in Search of Representation, dalam Indonesia, Vol. 3, (Apr., 1967), hlm. 1-28.
  3. ^ Cornell South East Asia Program: William R. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic Group in Search of Representation.
  4. ^ J.P. Siboro (ed), 60 tahun Indjil Kristus di Simalungun, Pimpinan Pusat GKPS, P. Siantar, 1963, hlm. 7.
  5. ^ Jahutar Damanik, NPV: 2.029.293, Raja Sang Naualuh , Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan, medio 1981 cetak ulang tahun 1987
  6. ^ 80 Tahun Djariaman Damanik, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 335-336.
  7. ^ J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm.164.
  8. ^ F. Marodjahan Purba, Undang-undang ni Surat Simalungun, Kalangan Sendiri, Pamatang Raya, 1974, hlm.1-58.
  9. ^ De Resident der Oostkust op Sumatra, Nota van toelichting betreffende de Simeloengoensche landschappen Siantar, Panei, Tanah Djawa en Raja, Medan, 13 Mei 1909, hal.3-4 dalam Apulman Saragih, Gema Sinalsal, Skripsi STT Jakarta, 1979, hlm.12.
  10. ^ The Simalungun Protestant Church in Indonesia, a brief history, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 1983, hlm. 6
  11. ^ Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh, SIB(Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) 22 Oktober 2006
  12. ^ Jaumbang Garingging, Palar Girsang, Adat Simalungun, Medan, 1975
  13. ^ Biranul Anas / Jonny Purba, Busana Tradisional Batak